Cerpen
berjudul “Anak Pulung” ini ditulis dalam bahasa Sunda tulen, entah itu bahasa
Sunda lama ataupun bahasa Sunda yang biasa dipakai sehari-hari yang masih
sering dipakai oleh orang-orang di beberapa daerah seperti Banten, Bandung
(Kabupaten), Sumedang dan Garut. Maka dari itu cerita tidak akan mudah
dimengerti oleh orang luar (luar Jawa Barat atau bukan orang Sunda) dengan
mudah, pasalnya jujur saya yang orang Sunda asli pun kurang begitu mengerti
dengan beberapa kata dan ungkapan dalam cerpen ini. Tetapi mari kita lupakan
seputar bahasa tersebut dan mulai bicarakan tentang alur cerita, plot, latar
belakang, setting dan sebagainya dari cerpen ini. Dari segi plot, cerita ini
saya amati memiliki alur cerita yang mengalir ke depan atau memiliki plot maju.
Hal ini bisa saya simpulkan karena kita sebagai pembaca di suguhkan aktifitas
sehari penuh si tokoh yang menjadi judul dari cerpen ini, tetapi ada satu hal
yang membuat saya bingung, yaitu si pencerita dalam tokoh ini, apakah cerpen
ini diceritakan dari sudut pandang tokoh utama atau narrator. Karena di
beberapa kalimat atau paragraph, terkesan bahwa si narrator adalah si tokoh
utama. Contohnya seperti mendeskripsikan sikap atau perilaku yg mungkin hanya
si tokoh utama saja yang tau.
Jika
dari latar belakangnya, cerita ini memiliki latar belakang sebuah cerita
tentang si “Anak Pulung” yang dibingungkan akan siapa Ayah sesungguhnya, dia
dibingungkan dengan berbagai ungkapan dan penjelasan dari beberapa tokoh dalam
cerita ini yang berbeda satu sama lain. Namun saat dia menanyakan hal tersebut
kepada Ibu kandung nya, dia cenderung menghindari pertanyaan itu dan balik
menasehati sambil kesal dan memarahi anaknya itu yang terkesan seakan ada
sesuatu yang disembunyikan dari anaknya tersebut. Di akhir dari cerpen ini,
terdapat ending yang cenderung sedikit mengungkapkan siapa sebenarnya Ayah dari
si “Anak Pulung” tersebut, disini saya sebagai pembaca cukup dibuat terkejut
dengan ending tersebut karena sesungguhnya itu hampir menjadi hal yang tidak
terduga.Tetapi saya tuturkan bahwa endingnya masih kurang “kuat” dan
“meyakinkan” untuk menjelaskan siapa Ayah dari Anak Pulung yang bernama Aju
itu.
Apabila
saya mendeskripsikan setting dari cerpen ini, saya beranggapan bahwa setting
dari cerita ini berada di sebuah kampung dimana ada sebuah komplek dari
orang-orang dengan pangkat tertinggi di desa tersebut seperti Kepala
Administratur Perkebunan, Kepala Bagian Pabrik, dan lain-lainnya. Akan tetapi
latar desa yang masih alami dan indah terlihat dari asyiknya Aju dan
teman-temannya berenang, bermain, dan bercanda ria dia sebuah sungai. Sangat
tergambarkan sekali suasana pedesaan yang saya ingat ketika saya masih
kanak-kanak. Seperti yang sudah saya sebutkan bahwa Bahasa Sunda yang digunakan
disini juga bahasa Sunda yang masih sering digunakan sehari-hari oleh
orang-orang di beberapa daerah, dan itu cukup mengingatkan saya akan masa kecil
saya di kampung halaman saya. Untuk keseluruhan, cerpen ini cukup menghibur.
Bandung,
2 November 2012, pukul 15:54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar