Senin, November 26, 2012

Opini terhadap cerpen “Anak Pulung"

Cerpen berjudul “Anak Pulung” ini ditulis dalam bahasa Sunda tulen, entah itu bahasa Sunda lama ataupun bahasa Sunda yang biasa dipakai sehari-hari yang masih sering dipakai oleh orang-orang di beberapa daerah seperti Banten, Bandung (Kabupaten), Sumedang dan Garut. Maka dari itu cerita tidak akan mudah dimengerti oleh orang luar (luar Jawa Barat atau bukan orang Sunda) dengan mudah, pasalnya jujur saya yang orang Sunda asli pun kurang begitu mengerti dengan beberapa kata dan ungkapan dalam cerpen ini. Tetapi mari kita lupakan seputar bahasa tersebut dan mulai bicarakan tentang alur cerita, plot, latar belakang, setting dan sebagainya dari cerpen ini. Dari segi plot, cerita ini saya amati memiliki alur cerita yang mengalir ke depan atau memiliki plot maju. Hal ini bisa saya simpulkan karena kita sebagai pembaca di suguhkan aktifitas sehari penuh si tokoh yang menjadi judul dari cerpen ini, tetapi ada satu hal yang membuat saya bingung, yaitu si pencerita dalam tokoh ini, apakah cerpen ini diceritakan dari sudut pandang tokoh utama atau narrator. Karena di beberapa kalimat atau paragraph, terkesan bahwa si narrator adalah si tokoh utama. Contohnya seperti mendeskripsikan sikap atau perilaku yg mungkin hanya si tokoh utama saja yang tau. 

Jika dari latar belakangnya, cerita ini memiliki latar belakang sebuah cerita tentang si “Anak Pulung” yang dibingungkan akan siapa Ayah sesungguhnya, dia dibingungkan dengan berbagai ungkapan dan penjelasan dari beberapa tokoh dalam cerita ini yang berbeda satu sama lain. Namun saat dia menanyakan hal tersebut kepada Ibu kandung nya, dia cenderung menghindari pertanyaan itu dan balik menasehati sambil kesal dan memarahi anaknya itu yang terkesan seakan ada sesuatu yang disembunyikan dari anaknya tersebut. Di akhir dari cerpen ini, terdapat ending yang cenderung sedikit mengungkapkan siapa sebenarnya Ayah dari si “Anak Pulung” tersebut, disini saya sebagai pembaca cukup dibuat terkejut dengan ending tersebut karena sesungguhnya itu hampir menjadi hal yang tidak terduga.Tetapi saya tuturkan bahwa endingnya masih kurang “kuat” dan “meyakinkan” untuk menjelaskan siapa Ayah dari Anak Pulung yang bernama Aju itu.

Apabila saya mendeskripsikan setting dari cerpen ini, saya beranggapan bahwa setting dari cerita ini berada di sebuah kampung dimana ada sebuah komplek dari orang-orang dengan pangkat tertinggi di desa tersebut seperti Kepala Administratur Perkebunan, Kepala Bagian Pabrik, dan lain-lainnya. Akan tetapi latar desa yang masih alami dan indah terlihat dari asyiknya Aju dan teman-temannya berenang, bermain, dan bercanda ria dia sebuah sungai. Sangat tergambarkan sekali suasana pedesaan yang saya ingat ketika saya masih kanak-kanak. Seperti yang sudah saya sebutkan bahwa Bahasa Sunda yang digunakan disini juga bahasa Sunda yang masih sering digunakan sehari-hari oleh orang-orang di beberapa daerah, dan itu cukup mengingatkan saya akan masa kecil saya di kampung halaman saya. Untuk keseluruhan, cerpen ini cukup menghibur.

Bandung, 2 November 2012, pukul 15:54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar